Baru-Baru ini dunia pendidikan dihebohkan dengan adanya
kebijakan Penerapan sistem zonasi
yang diberlakukan dalam proses penerimaan
peserta didik baru (PPDB) di sekolah negeri di Indonesia.
Kebijakan
tersebut mengundang polemik diantara
masyarakat , pro dan kontra menghiasi media massa yang beredar. Pemerataan kualitas pendidikan yang diharapkan terjadi
di seluruh tanah air, disisi lain memberikan kekecewan tidak
dapat masuk ke sekolah yang diinginkan. Sehingga, kepercayaan
diri dan motivasi anak menurun, menyebabkan aspek psikologi anak terganggu. Tentu saja orang tua tidak menginginkan hal tersebut terjadi, maka
ada beberapa solusi dalam menghadapi kebijakan ini :
Burhanuddin al-Islam
Al-Zarnuji menjelaskan bahwa” segala perbuatan tergantung niat, karena niat
merupakan sebuah pokok seluruh perbuatan kita” (Burhanuddin, 2012:10).
Niat bagaikan input,
didalam kaidah manapun bahwa output itu tergantung input. ketika seorang anak
mencari ilmu karena atas dasar ingin diakui oleh orang lain,mendapatkan harta
duniawi dan pengakuan dari pemerintah maka jelas outputnya akan seperti itu.
Tanamkanlah niat kepada anak dalam mencari ilmu lillahi taala,
ketika segala perbuatan atas dasar lillahi taala, maka apapun yang anak lakukan
dalam mencari ilmu tidak akan muncul kekecewaan. Misalnya timbul kecewa karena
tidak mendapatkan hasil yang sesuai dari apa yang diperjuangkan. Anak akan menerima
hasil yang didapatkan, mempunyai prasangka baik (Husnudzan) kepada Allah Swt serta
yakin bahwa Allah Swt. telah menyiapkan sesuatu yang lebih baik
Kesuksesan seorang anak
bukan ditentukan karena sekolah, tapi karena semangat dan kesungguhan dalam
belajar . “Walaupun diduga keras , sebagian diantara kita merasa bahwa sekolah
sebagai satu-satunya sarana pendidikan yang mampu melaksanakan tugasnya dengan
baik tetapi tetap saja tidak akan mampu mendewasakan manusia, lebih-lebih untuk
mencapai tujuan pendidikan” (Shihab, 1994:272)
Karena itu , sarana
pendidikan tidak hanya disediakan dalam bentuk pendidikan formal saja, melainkan
pendidikan dapat disediakan di dalam pendidikan non formal dan informal
Syekh Al-Imam
Sadiduddin As-Syiraji didalam kitab ta’lim mutaa’lim berkata “Barangsiapa yang menginginkan anaknya
menjadi orang yang berilmu, maka hendaknya ia memelihara para perantau menuntut
ilmu dari kalangan para fuqaha, memuliakan , menghormati dan memberikan sesuatu
kepada mereka. Sekiranya anaknya tidak menjadi orang yang berilmu, maka cucunya
nanti akan menjadi orang yang berilmu”
Hakikat
ilmu adalah mengamalkannya, tanamkanlah kepada anak bahwa ilmu itu tidak hanya
bermanfaat untuk mendapatkan ilmu, not
study science just for science. Tapi ilmu itu bermanfaat sampai akhir
hayat, mampu membingbing dan mengarahkan dari setiap perbuatan dan tingkah anak menuju keridhaannya sebagai
langkah meraih surganya.
Jika ditinjau dalam kacamata sejarah orang-orang yahudi, bahwa, dahulu Allah Swt. telah menurunkan kitab taurat
kepada mereka untuk diamalkan, tetapi
mereka tidak melaksanakan isinya.
Mereka itu bagaikan keledai yang memikul kitab yang banyak, tidak mengetahui apa yang dipikulnya itu. Bahkan mereka lebih bodoh lagi dari keledai, karena keledai tidak mempunyai akal sedangkan mereka mempunyai akal, tetapi tidak dipergunakan.
Mereka itu bagaikan keledai yang memikul kitab yang banyak, tidak mengetahui apa yang dipikulnya itu. Bahkan mereka lebih bodoh lagi dari keledai, karena keledai tidak mempunyai akal sedangkan mereka mempunyai akal, tetapi tidak dipergunakan.
Oleh
sebab itu, orang tua harus menanamkan
bahwa di tempat manapun anak berpijak , di sekolah manapun anak belajar, di situlah anak harus
senantiasa beramal shalih melakukan yang terbaik untuk bekal tujuan akhir anak di
akhirat nanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar