Senin, 15 Juli 2019


Sistem Zonasi

Baru-Baru ini  dunia pendidikan dihebohkan dengan adanya kebijakan Penerapan sistem zonasi yang  diberlakukan dalam proses penerimaan  peserta didik baru (PPDB) di sekolah negeri di Indonesia. 

Kebijakan tersebut mengundang  polemik diantara masyarakat , pro dan kontra menghiasi media massa yang beredar. Pemerataan  kualitas pendidikan yang diharapkan terjadi di seluruh tanah air, disisi lain memberikan  kekecewan   tidak dapat masuk ke sekolah yang diinginkan. Sehingga,  kepercayaan diri  dan motivasi anak  menurun, menyebabkan aspek psikologi anak terganggu. Tentu saja orang tua tidak menginginkan hal tersebut terjadi, maka ada beberapa solusi dalam menghadapi kebijakan ini :

1.      Luruskan Niat Anak Dalam Mencari Ilmu

Luruskan Niat

Burhanuddin al-Islam Al-Zarnuji menjelaskan bahwa” segala perbuatan tergantung niat, karena niat merupakan sebuah pokok seluruh perbuatan kita” (Burhanuddin, 2012:10).

Niat bagaikan input, didalam kaidah manapun bahwa output itu tergantung input. ketika seorang anak mencari ilmu karena atas dasar ingin diakui oleh orang lain,mendapatkan harta duniawi dan pengakuan dari pemerintah maka jelas outputnya akan seperti itu. 

Tanamkanlah niat  kepada anak dalam mencari ilmu lillahi taala, ketika segala perbuatan atas dasar  lillahi taala, maka apapun yang anak lakukan dalam mencari ilmu tidak akan muncul kekecewaan. Misalnya timbul kecewa karena tidak mendapatkan hasil yang sesuai dari apa yang diperjuangkan. Anak akan menerima hasil yang didapatkan, mempunyai prasangka baik (Husnudzan) kepada Allah Swt serta yakin bahwa Allah Swt. telah menyiapkan sesuatu yang lebih baik 


2.      Anak Sebagai Pemeran Utama Sekolah Sebagai Fasilitas

Anak Pemeran Utama

Kesuksesan seorang anak bukan ditentukan karena sekolah, tapi karena semangat dan kesungguhan dalam belajar . “Walaupun diduga keras , sebagian diantara kita merasa bahwa sekolah sebagai satu-satunya sarana pendidikan yang mampu melaksanakan tugasnya dengan baik tetapi tetap saja tidak akan mampu mendewasakan manusia, lebih-lebih untuk mencapai tujuan pendidikan” (Shihab, 1994:272)

Karena itu , sarana pendidikan tidak hanya disediakan dalam bentuk pendidikan formal saja, melainkan pendidikan dapat disediakan di dalam pendidikan non formal dan informal

Syekh Al-Imam Sadiduddin As-Syiraji didalam kitab ta’lim mutaa’lim  berkata “Barangsiapa yang menginginkan anaknya menjadi orang yang berilmu, maka hendaknya ia memelihara para perantau menuntut ilmu dari kalangan para fuqaha, memuliakan , menghormati dan memberikan sesuatu kepada mereka. Sekiranya anaknya tidak menjadi orang yang berilmu, maka cucunya nanti akan menjadi orang yang berilmu”


3.     Mengamalkan Ilmu Didalam Kehidupannya

Mengamalkan Ilmu

Hakikat ilmu adalah mengamalkannya, tanamkanlah kepada anak bahwa ilmu itu tidak hanya bermanfaat untuk mendapatkan ilmu, not study science just for science. Tapi ilmu itu bermanfaat sampai akhir hayat, mampu membingbing dan mengarahkan dari setiap perbuatan dan  tingkah anak menuju keridhaannya sebagai langkah meraih  surganya.
  
Jika ditinjau dalam kacamata sejarah orang-orang yahudi, bahwa,  dahulu Allah Swt. telah menurunkan kitab taurat kepada  mereka untuk diamalkan, tetapi mereka tidak melaksanakan isinya. 
Mereka itu bagaikan keledai yang memikul kitab yang banyak, tidak mengetahui apa yang dipikulnya itu. Bahkan mereka lebih bodoh lagi dari keledai, karena keledai tidak mempunyai akal sedangkan mereka mempunyai akal, tetapi tidak dipergunakan.

Oleh sebab itu, orang tua harus menanamkan  bahwa di tempat manapun anak berpijak , di sekolah  manapun anak belajar, di situlah anak harus senantiasa beramal shalih melakukan yang terbaik untuk bekal tujuan akhir anak di akhirat nanti.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar